BERJABAT TANGAN ADAKAH SUNAH NABI
Diantara akhlak islami yang
mulia yang menghiasi diri kaum muslimin dan ternilai sebagai bukti atau diperkukuhkan
persaudaraan sejati iaitu berjabat tangan tatkala berjumpa. Pertanyaannya,
bagaimana peraturan Islam dalam berjabat tangan yang mendatangkan kebaikan itu
? Sudah benarkah praktik yang dilakukan oleh kaum Muslimin sekarang ini ? Ini
perlu sekali untuk diketahui bersama, karana tidak beberapa lagi kita akan
melaksanakan ibadah puasa yang diakhiri dengan hari raya Idul Fithri. Pada hari
ini, biasanya berjabat tangan itu seakan sudah menjadi kewajiban yang tidak
boleh ditinggalkan.
Berikut pembahasan berjabat tangan dalam Islam, hukum dan
keutamaannya serta hal-hal yang terkait dengannya.
HUKUM BERJABAT TANGAN DAN ASAL
USULNYABerjabat tangan adalah sunnah yang disyari'atkan dan adab mulia para
shahabat Radhiyallahu anhum yang dipraktikkan sesama mereka tatkala berjumpa.
Imam Bukhâri rahimahullah dalam
kitab al-Isti'dzân dalam kitab Shahihnya memuat sebuah bab yang berjudul Babul
Mushafahah (Bab: Berjabat Tangan). Dalam bab ini, beliau rahimahullah
membawakan beberapa hadits yang menjelaskan sunnahnya berjabat tangan tatkala
bersua, diantaranya :
عَنْ قَتَادَةَ قَالَ قُلْتُ لِأَنَسٍ أَكَانَتْ
الْمُصَافَحَةُ فِي أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
نَعَمْ
Dari Qatâdah Radhiyallahu anhu ia
berkata, “Saya bertanya kepada Anas (bin Mâlik) Radhiyallahu anhu , ‘Apakah
berjabat tangan dilakukan dikalangan para shahabat Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam ?’ Beliau Radhiyallahu anhu menjawab, ‘Ya’ [1]
Dalam riwayat lain :
كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَلاَقَوْا تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ سَفَرٍ
تَعَانَقُوْا
Adalah shahabat nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam apabila mereka bertemu, mereka saling berjabat tangan dan
apabila kembali dari perjalanan mereka saling berangkulan .[2]
Dan hadits Ka'ab Bin Mâlik
Radhiyallahu anhu setelah turunnya taubat beliau, ia berkata :
دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ حَوْلَهُ النَّاسُ فَقَامَ إِلَيَّ
طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ يُهَرْوِلُ حَتَّى صَافَحَنِي وَهَنَّأَنِي
Saya masuk masjid (Nabawi)
sementara Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang dalam keadaan duduk
dan dikelilingi oleh manusia (para shahabat), lalu Thalhah bin Ubaidillah
Radhiyallahu anhu berlari ( kearahku) lalu beliau Radhiyallahu anhu berjabat
tangan denganku dan memberikan ucapan selamat kepadaku. [3]
Imam Nawawi rahimahullah
menyebutkan bahwa dalam hadits ini banyak terkandung faedah, diantaranya :
"Disunnahkan berjabat tangan tatkala berjumpa. Ini merupakan sunnah yang
tidak diperselisihkan."[4]
Dari sebagian hadits diatas
disimpulkan bahwa berjabat tangan tatkala bersua adalah sunnah yang
disyari'atkan, sebagaimana yang dipertegas oleh para Ulama, seperti :
- Imam Ibnu Baththal rahimahullah
yang mengatakan, "Berjabat tangan adalah kebaikan menurut seluruh
Ulama." [5]
- Imam Nawawi rahimahullah yang
juga mengatakan, "Berjabat tangan adalah sunnah tatkala bersua berdasarkan
hadits hadits yang shahih dan ijma' para Imam." [6]
ASAL-USUL JABAT TANGANOrang-orang
melakukan ini untuk kali pertama adalah penduduk Yaman yang terkenal dengan
keimanan dan keilmuan mereka. Anas bin Malik Radhiyallahu anhu mengungkapkan
:
لَمَّا جَاءَ أَهْلُ الْيَمَنِ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ جَاءَكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ
وَهُمْ أَوَّلُ مَنْ جَاءَ بِالْمُصَافَحَةِ
Tatkala penduduk Yaman datang (ke
Madinah) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Telah datang
kepada kalian penduduk Yaman, dan merekalah orang yang pertama sekali yang
melakukan berjabat tangan." [7]
Dalam riwayat lain Anas bin Mâlik
Radhiyallahu anhu berkata :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقْدَمُ عَلَيْكُمْ غَدًا أَقْوَامٌ هُمْ أَرَقُّ قُلُوبًا
لِلْإِسْلَامِ مِنْكُمْ قَالَ فَقَدِمَ الْأَشْعَرِيُّونَ فِيهِمْ أَبُو مُوسَى
الْأَشْعَرِيُّ فَلَمَّا دَنَوْا مِنْ الْمَدِينَةِ جَعَلُوا يَرْتَجِزُونَ
يَقُولُونَ : غَدًا نَلْقَى الْأَحــــِبَّهْ مُــحَمَّدًا وَحِـــزْبَهْ فَلَمَّا
أَنْ قَدِمُوا تَصَافَحُوا فَكَانُوا هُمْ أَوَّلَ مَنْ أَحْدَثَ الْمُصَافَحَةَ
Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, ‘Besok akan datang kepada kalian kaum yang hati mereka lebih
lembut untuk (menerima) Islam dari pada kalian.’ Anas mengatakan, ‘Maka
datanglah kabilah Asy'ariyyun, diantara mereka ada Abu Musa al-Asy'ari. Tatkala
mereka telah mendekati kota Madinah, mereka melantunkan sebagian sya'irnya seraya
berkata, "Besok kita akan berjumpa dengan para kekasih, Muhammad dan
shahabatnya". Tatkala mereka telah datang mereka berjabatan tangan,
merekalah orang yang pertama sekali melakukan jabat tangan. [8]
BERJABAT TANGAN BUKAN HANYA
KETIKA BERJUMPAUntuk diketahui bahwa berjabat tangan bukan diwaktu berjumpa
saja, tetapi di syari'atkan juga tatkala berpisah, akan tetapi keutamaan nya
tidak seperti tatkala berjumpa.
Syaikh al-Albâni rahimahullah
berkata, "Sesungguhnya berjabat tangan (disyari'atkan) di waktu berpisah
juga".
Beliau rahimahullah menambahkan,
"Pendalilan (tentang hal ini) hanya akan jelas dengan dalil
disyari'atkannya mengucapkan salam tatkala berpisah juga, berdasarkan sabda
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَجْلِسَ
فَلْيُسَلِّمْ وََإِذَا خَرَجَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتِ الْأُولَى بِأَحَقَّ مِنَ
الأُخْرَى
Apabila salah seorang diantara
kamu masuk majlis maka hendaklah ia mengucapkan salam, apabila ia keluar
hendaklah ia mengucap salam, tidaklah yang pertama lebih pantas dari yang
kedua", diriwayatkan oleh Abu Daud, at-Tirmizi dan yang lain dengan sanad
yang hasan.[9]
Jadi perkataan sebagian orang,
"Sesungguhnya berjabat tangan tatkala berpisah adalah bid'ah" itu
adalah perkataan yang tidak perlu dilihat. Benar, sesungguhnya orang yang
memperhatikan hadits-hadits tentang (syari'at) berjabat tangan tatkala
berjumpa, dia akan mendapatkannya lebih banyak dan lebih kuat dibandingkan
dengan hadits-hadits tentang berjabat tangan tatkala berpisah. Orang yang
paham, niscaya akan menyimpulkan dari hadits-hadits tersebut bahwa berjabat
tangan yang kedua (tatkala bepisah) tidaklah sama hukum dan kedudukannya
seperti yang pertama (tatkala bersua). Yang pertama adalah sunnah (yang sangat
di anjurkan) dan yang kedua mustahab, adapun jika dihukumi sebagai bid'ah maka
itu tidak benar, berdasarkan dalil yang kami sebutkan." [10]
KEUTAMAAN BERJABAT TANGANBerjabat
tangan memiliki keutamaan yang sangat agung dan pahala sangat besar. Berjabat
tangan termasuk diantara penyebab terhapusnya dosa, sebagaimana dalam hadits :
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ
يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ
يَفْتَرِقَا
Dari Barâ' bin 'Aazib
Radhiyallahu anhu , ia berkata, "Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: tidaklah dua orang Muslim bersua kemudian mereka bedua saling
berjabat tangan kecuali diampuni (dosa) keduanya sebelum mereka berpisah."
[11]
Dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu
ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا لَقِيَ الْمُؤْمِنَ
فَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَ أَخَذَ بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ تَنَاثَرَتْ خَطَايَاهُمَا كَمَا
يَتَنَاثَرُ وَرَقُ الشَّجَرِ
Sesungguhnya seorang Mukmin
apabila berjumpa dengan Mukmin lainnya lalu ia mengucapkan salam kepadanya
kemudian memegang tangannya dan berjabat tangan, maka berguguran (dihapuskan)
dosa mereka sebagaimana daun pohon berguguran .[12]
ETIKA BERJABAT TANGAN1. Berjabat
tangan dengan wajah yang berseri-seri Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,
"Disunatkan dalam berjabat tangan dengan wajah yang berseri-seri.
Berdasarkan hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا
وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
Janganlah kamu meremekan suatu
kebaikkan apapun sekalipun hanya menjumpai saudaramu dengan wajah yang
berseri-seri". Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Dzar Radhiyallahu anhu
[13], dan masih banyak hadits lainnya yang membicarakan tentang hal
ini."[14]
2. Berjabat tangan dengan satu
tangan.Etika ini di ambil dari hadits yang memerintahkan untuk bermushafahah
(berjabat tangan) karena itulah makna berjabat tangan secara etimologi.
Syaikh al-Albâni rahimahullah
berkata, "Memegang dengan satu tangan dalam berjabat tangan. Sungguh telah
terdapat penjelasanya dalam banyak hadits, bahkan asal usul lafadz mushâfahah
secara etimologi menunjukkan hal ini. Dalam kamus Lisânul Arab :
"al-Mushâfahah" artinya memegang dengan satu tangan, dan begitu juga
at-tashâfuh.
Dan mushafahah dalam hadits
bermushafahah (berjabat tangan) tatkala berjumpa, termasuk dalam makna ini.
Mushafahah adalah perbuatan yang saling melengketkan telapak tangan dengan
telapak tangan dan wajah menghadap wajah (saling berhadapan)".
Kemudian beliau membawakan hadits
Hudzaifah diatas tentang keutamaan berjabat tangan seraya berkata :
"Seluruh hadits-hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah dalam berjabat
tangan adalah memegang dengan satu tangan. Sedangkan apa yang dilakukan oleh
sebagian orang yang berjabat tangan dengan dua tangan adalah perbuatan yang
menyelisihi sunnah." [15]
3. Tidak membungkuk Saat berjabat
tangan, karena ini dilarang dalam agama.Anas bin Malik Radhiyallahu anhu
berkata :
قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ الرَّجُلُ
مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ أَوْ صَدِيقَهُ أَيَنْحَنِي لَهُ قَالَ لَا قَالَ
أَفَيَلْتَزِمُهُ وَيُقَبِّلُهُ قَالَ لَا قَالَ أَفَيَأْخُذُ بِيَدِهِ
وَيُصَافِحُهُ قَالَ نَعَمْ
Seseorang bertanya, 'Wahai
Rasûlullâh, salah seorang dari kami berjumpa dengan saudaranya atau temannya,
apakah ia menundukkan punggung kepadanya?' Beliau menjawab, 'Tidak,' Apakah ia
merangkul dan menciumnya ?' Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, 'Tidak,'
Apakah ia memegang tangannya kemudian ia berjabat tangan dengannya?' Beliau
menjawab, 'Ya" [16].Imam Nawawi rahimahullah mengatakan "Makruh
hukumnya menundukkan punggung dalam segala kondisi bagi sesorang, berdasarkan
hadits Anan di atas, "Apakah kami menundukkan punggung" Beliau n
menjawab, "Tidak", dan tidak ada yang menyelisihi hadits ini. Dan
jangan kamu tertipu dengan mayoritas orang yang melakukannya seperti
orang-orang yang dianggap berilmu atau shâlih dan semisal mereka." [17]
BEBERAPA PERKARA YANG DILARANG
DAN MENYELISIHI SUNNAH DALAM BERJABAT TANGAN1. Berjabat tangan dengan lawan
jenis yang bukan mahram.Tidak diperbolehkan seorang lelaki berjabat tangan
dengan wanita dan wanita berjabat tangan dengan laki laki yang bukan mahramnya.
Sebagaimana dalam hadits :
إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ
Sesungguhnya saya tidak berjabat
tangan dengan wanita [18].
'Aisyah Radhiyallahu anhuma
berkata :
وَاللَّهِ مَا مَسَّتْ يَدُهُ يَدَ امْرَأَةٍ
قَطُّ فِي الْمُبَايَعَةِ مَا يُبَايِعُهُنَّ إِلَّا بِقَوْلِهِ
Demi Allâh,tidak pernah tangan
Rasûlullâh menyentuh tangan wanita sama sekali dalam bai'at. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak mengambil bai'at (atas) mereka kecuali dengan perkataan
.[19]
2. Waspadai berjabat tangan
dengan al-amrad (anak muda yang belum
tumbuh jenggutnya). Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, "Dan
hendaklah waspada dari berjabat tangan dengan al-amrad yang kacak, karena
melihatnya tanpa ada keperluan adalah haram berdasarkan pendapat yang
shahih." [20]
Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah
mengatakan, "Dan di kecualikan dari keumuman perintah untuk berjabat
tangan iaitu berjabat tangan wanita lain (bukan mahram) dan amrad (anak muda)
yang kacak" [21]
3. Mengucapkan shalawat tatkala
berjabat tangan. Kebiasan sebagian kaum Muslimin apabila berjabat tangan
mereka mengucapkan shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak
diragukan bahwa ini adalah perbuatan bid'ah yang tidak ada landasan dalam
agama, karena mengucapkan shalawat adalah ibadah, dan tidak terdapat satu
riwayatpun yang menjelaskan bahwa diantara tempat bershalawat adalah tatkala
berjabat tangan. Maka jelaslah bahwa ia adalah perbuatan yang menyelisihi
sunnah. Karena sekiranya hal itu adalah suatu ibadah dan kebaikkan maka tentu
Rasul dan para shahabat yang akan lebih dahulu mengamalkannya.
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah
dalam kitabnya "Jalâ’ul afhâm fi Fadhli ash-Shalât 'ala Khairil Anâm"
menyebutkan empat puluh satu (41) tempat yang disyari'atkan bershalawat
padanya, dan tidak satu dari tempat tersebut diwaktu berjabat tangan. Ini
memperkuat pernyataan diatas bahwa bershalawat tatkala berjabat tangan adalah
perkara yang bid'ah yang tidak ada landasannya dalam agama, wallahu
a'lam.
4. Berjabat tangan sesudah shalat
antara makmum dengan imam atau antara para makmum.Amalan seperti ini tidak ada
landasan dalam sunnah, tidak pernah dilakukan oleh rasul dan para shahabatnya,
kecuali bila seseorang bertemu dengan teman atau saudaranya yang sebelumnya ia
belum bersua, maka diperbolehkan baginya untuk berjabat tangan. Karena berjabat
tangan disyari'atkan tatkala berjumpa sebagaimana yang telah dipaparkan di
atas. Adapun sesama jama'ah yang setiap hari dan waktu berjumpa di masjid atau
mushalla, maka tidak disyari'atkan untuk berjabat tangan setiap selesai shalat,
karena perbuatan seperti ini adalah perkara bid'ah yang telah dingkari oleh
para Ulama.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
"Adapun tradisi berjabat tangan yang dilakukan oleh menusia sesudah shalat
Shubuh dan Ashar maka tidak ada landasan atau asalnya dalam syari'at seperti
ini" [22]
Syaikh al-Albani rahimahullah
berkata, "Adapun berjabat tangan setelah shalat fardhu maka tidak
diragukan bahwa ia adalah bid'ah, kecuali diantara dua orang yang belum
berjumpa sebelumnya, maka ia adalah sunnah sebagaimana yang Anda ketahui."
[23]
Hukum ini pulalah yang di
fatwakan oleh "Lajnah ad daimah" (komite fatwa di Saudi Arabia)
seraya berkata, "Tradisi berjabat tangan setelah shalat fardhu antara imam
dan makmum atau diantara para makmum, seluruhnya adalah bid'ah tidak ada
landasannya. Oleh karena itu, wajib ditinggalkan, karena sabda Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan
yang tidak ada landasan dari perintah kami maka tertolak" [24], dan adalah
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat bersama para shahabatnya, begitu juga
para khalifah sepeninggalnya, mereka shalat bersama kaum Muslimin, namun tidak dinukilkan
keterangan tentang rutinitas berjabat tangan setelah shalat. Padahal, sebaik
baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan
sejelek jelek perkara adalah yang baru, dan setiap perkar yang baru (dalam
agama) adalah bid'ah dan setiap yang bid'ah adalah sesat" [25].
KesimpulanDemikianlah pembahasan
singkat tentang hukum berjabat tangan dalam Islam, dari apa yang diutarakan
bisa disimpulkan beberapa poin berikut :
1. Berjabat tangan disyariatkan
tatkala berjumpa dan berpisah, sekalipun kedudukannya tidak sama dengan waktu
berjumpa.2. Berjabat tangan merupakan adab dan akhlak para shahabat sesama
mereka tatkala bersua.3. Berjabat tangan diantara sebab pengampunan dosa.4.
Tidak diperbolehkan berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.5.
Tidak disyari'atkan mengucapkan shalawat tatkala berjabat tangan, karena tidak
ada dasarnya.6. Berjabat tangan setelah shalat adalah ritual yang bid'ah,
kecuali antara dua orang yang belum bertemu sebelumnya.
Semogah Allâh Azza wa Jalla
senatiasa membimbing kita dan seluruh kaum muslimin untuk mempelajari sunnah
dan mengamalkannya serta menghiasi diri kita semua dengan ahklak islamiyah
karimah, Amiin.
No comments:
Post a Comment